Penulis: Ahmadin
Penerbit: Ombak Yogyakarta
Tahun: 2006
Peranan penting
pulau yang juga sering dijuluki “Tana Doang” dimasa lampau ini, ibarat sebuah
kenangan lama yang sudah kabur dan nyaris terkubur. Bahkan terkesan ironis
karena bukan hanya orang Sulawesi Selatan secara umum yang kabur akan persoalan
ini, tetapi Orang Selayar sendiri juga mengalami hal serupa sehingga
membutuhkan sebuah pencerahan. Karena itu, tidak jarang muncul pertanyaan
benarkah Selayar yang masih memiliki aneka tinggalan sejarah yang berhubungan
dengan sektor kemaritiman ini adalah bukti bahwa orang yang berada di pulau ini
adalah pelaut.
Buku ini memberikan gambaran
deskriptif tentang peran Selayar dalam
panggung sejarah maritim. Sebagai starting point memasuki sisi-sisi
penting dari kajian ini, maka karakter Orang Selayar diletakkan sebagai
pembahasan awal sekaligus pengenalan lebih dekat terhadap suku Ghele ini.
Karakter sosio-kultural suatu masyarakat, secara fundamental berpengaruh
signifikan terhadap kecenderungan dan pilihan-pilihan hidupnya. Karena itu,
mengetahui mentalitas suku pemakai bahasa dialek Makassar ini, mutlak dilakukan dalam upaya menelusuri jiwa
kebahariannya.
Mengingat adanya ragam penafsiran terhadap
makna kata Selayar, maka kajian berikutnya dalam buku ini digambarkan mengenai
asal usul penamaannya yang juga berkonotasi maritim. Demikian pula segenap
potensi yang dimiliki, digambarkan berdasarkan hampiran teori Alfred Thayer
Mahan tentang 6 (enam) unsur yang menentukan dapat tidaknya kekuatan laut suatu
negara berkembang.
Bagian berikutnya diulas tentang Tradisi Nyombala
dengan menggunakan hampiran teori push-factors dan full-factors penyebab
terjadinya migrasi. Pendekatan ini dimaksudkan untuk mengetahui motif yang
mendorong orang Selayar meninggalkan kampung halaman, apakah karena jiwa bahari
atau naluri perantau.
Belum lagi terjawab teka-teki menyangkut
sisi kelampauan penghuni pulau terselatan dari Jazirah Celebes ini, mereka
harus berbaur diantara kepenasaranan kolektif tentang keberadaan sejumlah benda
bersejarah. Karena itu, Nekara Perunggu yang telah dijadikan benda ritual
penduduk setempat keberadaannya dihubungkan dengan kebudayaan Dongsong.
Demikian pula jangkar raksasa yang telah dimitos-kultuskan sebagai balango
lopinna Sawerigading (jangkar perahu Sawerigading), dikaji dalam
hubungannya dengan kiprah pulau ini di masa lampau.
Untuk mensinergikan impian pemerintah
menjadikan Selayar sebagai kabupaten maritim dengan segenap potensi yang
dimiliki, maka peranan penting pulau ini dalam jaringan pelayaran dan
perdagangan juga dianalisis secara historis. Melengkapi kajian ini maka
digambarkan mengenai kabupaten maritim dalam pergumulan antara cita-cita dan
realita, dan diakhiri dengan sulitnya mencetak generasi pelaut karena problema
mentalitas.
Mengingat kabupaten ini memiliki
wilayah administatif sangat luas serta penduduk yang tersebar di berbagai
pulau, maka kajian secara komprehensif terhadapnya sangat sulit untuk
dilakukan. Karena itu, dengan beberapa alasan kajian ini hanya dibatasi pada
deskripsi sekitar orang Selayar daratan yang juga banyak bermukim di sepanjang
pantai dari pelabuhan Pamatata (di sebelah utara) hingga Appatana (di sebelah
selatan) serta pantai timur.
Pertama, batasan spasial ini memang
harus diakui tidak meng-cover secara representatif masyarakat Selayar secara
keseluruhan terutama yang mendiami wilayah kepulauan. Akan tetapi, Selayar daratan sengaja
dipilih sebagai lingkup kajian karena merupakan basis dinamika masyarakat asli.
Sebaliknya, masyarakat pulau telah terkontaminasi secara integratif dalam
proses akulturasi budaya.
Kedua, di Selayar daratan merupakan
basis pembentukan karakter lokal sebagai warisan masyarakat pra kerajaan, masa
kerajaan, masa Gallarang, dan masa penting lainnya di Tana Doang. Karena itu,
mentalitas yang terpola sebagai warisan setiap masa tersebut menjadi penentu
kecenderungan, corak, dan pilihan hidup masyarakat Selayar kemudian.
Deretan uraian yang mengisi setiap bagian
dari buku ini, akan menjawab pertanyaan mengenai “pelautkah orang Selayar”,
berdasarkan bukti-bukti sejarah. Bahkan akan menjadi bukti apakah orang Selayar
memang pelaut dengan sejumlah kelebihan yang dimiliki atau justru hanya sebuah
kebanggaan apologik di atas wacana tanpa realita.[]
Posting By Darmawang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar